Biarkan aku bercerita, tentang kami, tentang kami dan cinta. Rumit bukan, seenaknya mau membahas cinta, setiap orang mendefinisikan kata itu dengan kata kta mereka sendiri, dengan berpedoman atas pengalaman mereka sendiri, jadi biarlah. Kelas poetry membahas tentan kata kata kongkrit dan abstrak, cinta termasuk kata yang abstrak, dosen menjelaskan, kata yang abstrak adalah kata yang membutuhkan beberapa step untuk mendapatkan gambaran atau penjelasan tentangnya. Ketika kata “cinta” muncul, pikiran akan memflashback memori yang berhubungan dengan cinta, memberikan penjelasan dan pandangan subjektifnya berdasarkan pengalaman. Tidak objektif sama sekali, lau, mengapa banyak buku yang memberikan tips mengenai itu? Padahal, ketika setiap orang bertemu dan berhubungan, kemudian bertemu dengan kata itu, smua akan dengan opini mereka, berdasarkan pengalaman mereka, memiliki pemahaman mereka, semuanya berbaur, bersenyawa, menciptakan tangis, haru dan bahagia, biarkanlah itu berjalan alami, biar mereka belajar untuk mengerti, bertoleransi, dan membentuk definisi baru yang lebih bijaksana. Bukankah rumus yang bagus itu yang telah dibuktikan melalui eksperimen sendiri? Yang tidak hanya sekali? Bukankah pengecualian di rumus rumus kimia ada karena penelitian? Yah, aku batalkan bercerita tentang cinta, biarlah cinta menghiasi dunia dengan caranya. Kalaupun kutulis sebuah cerita, itu tentang aku, bukan menggurui, hanya sekedar bercerita.
“Ibu, aku juga mau beli yang seperti kakak . . ., “ kata Rana sambil menarik baju ibunya ke Syaamil Quran. “Apa sayang? ” jawab ibu sabar. Rana menunjuk Alquran yang baru dibelikan ibu untuk kakak sebagai hadiah tamat IQRO 6. Warnanya pink, ada terjemahan juga di dalammya. Rana tampaknya begitu tertarik dengan Alquran manis milik kakaknya itu. “Rana kan masih IQRO 3, tamatkan dulu sampai IQRO 6, nanti ibu belikan. Oke?” jawab ibu membujuk. Rana sedih, matanya mulai berair. “Tapi nilai IQRO Rana kan bagus terus, sebentar lagi pasti IQRO 6,” jawab Rana. Ibu hanya tersenyum, mereka melanjutkan perjalanan menyusuri mall. Rana juga ikut berjalan sambil mengusap air matanya. “Nih, bawain Alquran baru kakak, nanti kakak pinjemin kalau Rana udah bisa bacanya, ” kata kakak sambil menyodorkan keresek berisi Alquran yang baru ia beli. Rana cukup senang, sedihnya terobati karena bisa memegang Alquran cantik milik kakaknya. “Alqurannya mau kakak bawa ke sekolah?, ” ta...
Komentar
Posting Komentar