Langsung ke konten utama

Kami

Masih teringat suatu hari 5 tahun yang lalu, 
"Na, ada yang nawarin UNPAD-Hubungan Internasional 40 juta. Mau ga? Kalau mau nanti abak cariin uangnya," kata abak dengan excited dan berbinar binar. Kami tinggal di sebuah rumah dengan 2 kamar tidur, satu buah ruang serbaguna untuk menerima tamu, makan, juga persiapan memasak (dulu lantai dapur tempat kami memasak, lantai yang bawahnya adalah paralon saluran air dari kamar mandi retak, jadi tak bisa mempersiapkan makanan di dapur, dapur hanya jadi tempat menggoreng. 

"40 juta bak?," aku mengkonfirmasi. Tak begitu heran dengan angka untuk sebuah kursi di perguruan tinggi, kisarannya memang segitu yang sering ku dengar, yang mengherankan adalah seorang abak sedang menawarkan menukar peluhnya dengan kursi itu. Aku tersenyum terharu, berarti dia begitu mendengarkan celotehku tentang cita cita menjadi seorang diplomat. 

Bukan so'baik, tapi itu memang nilai yang terlalu besar untuk abak perjuangkan atas seorang aku. Aku juga berpikir bahwa aku tak begitu bodoh, mungkin bisa lulus tes perguruan tinggi itu, apalagi catatan rekor keberuntungan yang selalu bersamaku. Ranking 3 besar sejak kelas 2 sekolah dasar, masuk SMP negeri 6 (dulu aku pikir itu sekolah keren), dan SMAN 2 Cimahi yang gelarnya adalah SMA favorit. 
"Enggak usah bak, uangnya buat bikin kamar aja buat mona, hehe, "
"Bikin kamar? bikin rumahnya juga dong?" tanya abak.
Aku tersenyum, "Iaaaaa, ting ting ting . . .  (*mengedipkan mata ala artis2 di tipi)
ya... rumah kita masih mengontrak, walaupun kontrakannya dianggap tidak begitu mahal sekitar 1,5 juta setahun, tapi akan jauh begitu lebih nyaman tinggal dirumah kita sendiri, tak perlu memikirkan pengeluaran pertahun agar tetap tidur nyenyak setahun selanjutnya. Teringat beberapa waktu agak heboh dengan tetangga tentang pembagian patungan listrik karena 450 watt untuk 3 rumah, (*satu tahun terakhir daya nya ditambah menjadi 900 yang konsekuensinya membayarpun dua kali lipat). 

Perekonomian kami sedang membaik, abak berjualan di pasar bersama amak. Berjuang bersama mencari seonggok uang untuk sekolah, makan, bayar listrik, kontrakan dan jajan anak anaknya. Tapi, lebih dari itu, membangun chemistry, :). Bangun tidur pukul dua subuh, berangkat pukul 3 lalu pulang pukul 1 siang, ini pasangan romantis melebihi romeo juliet saya pikir. Mereka pun jadi lebih kompak. Kebersamaan ini pula yang membuat amak tidak memerlukan telepon genggam agar dapat dihubungi, karena ia tak akan kemana2 . .  Ia selalu bersama pria yang paling akan selalu membutuhkannya. 

Aku mengikuti tes SNMPTN, abak dan amak melanjutkan perjuangan mengumpulkan berlian. Kami (aku dan abak) mencapai kesepakatan, aku mengikuti SNMPTN, berusaha mengadu nasib, kalaupun tak lolos, aku sudah memegang undangan untuk berkuliah di Politeknik Pos Indonesia jurusan pemasaran, aku pikir aku akan bahagia disana :). Abak melanjutkan untuk berusaha membuatkan aku sebuah kamar (*beserta rumahnya). Abak mulai menabung pundi pundinya demi membeli sebuah rumah. Sebetulnya, tak terbeli pun tak apa. Aku tak merasa kekurangan apapun selagi semua anggota hadir nonton tv, makan dan mengobrol bersama sama.

Singkat cerita, aku diterima di Universitas negeri. Abak pun dengan seluruh emosi, keringat dan tumpah darahnya berhasil mengumpulkan tabungannya bisa membelikan kami rumah plus pagarnya agar kami aman dan nyaman. 

Dan . . . . 
Roda pun berputar, segalanya tidak semulus dulu, tapi hari ini abak dengan senyumnya yang manis meski di topang dengan tubuh yang agak lebih kurus berkata "Untung kita sudah punya rumah ya . . ., apapun yang terjadi, kalian harus akur, ga boleh rumah ini dijual, ga boleh ribut2 soal rumah, harus seiya sekata, saling mendukung . . ." :)
Hmmm  . . . . Babeh guee superrrr . . . 
Dan tanpa ragu saya kabarkan pada dunia . . .  Kami baik baik saja :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjaga! *risau ceritanya.. Semoga dapat beranjak

Ada apa dengan hidup saya? Hari ini merasa begitu sensitif, mungkin ini yang orang gambarkan sebagai galau. Ahhh.. perasaan macam apa ini, Aku cukup kesal dengan cerita dan keluhan tentang aku yang sentimentil. Kemarin aku bilang "Ya, beginilah aku! Kalau tak suka pergi sajalah!" Tapi hari ini aku nyatakan, bahwa aku juga lelah! Lelah menjadi sensitif dan sentimentil. Lelah harus bereaksi tentang ketidaknyamanan perasaan. Lelah harus merasa tidak enak tentang kesalahan. Lelah harus dimarahi karena aku yang menyebalkan. Lelah menjadi yang menyebalkan. Aku ingin biasa biasa saja. Kalau perlu lempeng2 saja dengan perasaan atau pendapat orang. Tapi apa itu salah ya? Nanti malah tidak peka dan tidak peduli perasaan orang. Apa boleh begitu? AKu yang sudah begitu ripuh dengan kesensitifan ini saja masih dinilai tidak sopan. Tingkat kesopanan aku dianggap tidak tinggi. Terkadang bingung bagaimana harus berlaku. Aku mau menangis saja! Memangnya menyelesaikan? AKu mau mak...

dear you..

untukmu.. Akan kunafkahi kau dengan halalnya hatiku, Kuluangkan waktuku bersamamu.. mengenalmu lebih dalam.. Biarlah interpretasiku atasmu hanya milikku saja,, orang bisa menjamahmu dan menilaimu dengan kata mereka, tapi kau untukku ..adalah spesial.. kusadarkan kantukku untuk mengejarmu 07:00.. Survey of contemporary literature..

..1

Biarkan aku bercerita, tentang kami, tentang kami dan cinta. Rumit bukan, seenaknya mau membahas cinta, setiap orang mendefinisikan kata itu dengan kata kta mereka sendiri, dengan berpedoman atas pengalaman mereka sendiri, jadi biarlah. Kelas poetry membahas tentan kata kata kongkrit dan abstrak, cinta termasuk kata yang abstrak, dosen menjelaskan, kata yang abstrak adalah kata yang membutuhkan beberapa step untuk mendapatkan gambaran atau penjelasan tentangnya. Ketika kata “cinta” muncul, pikiran akan memflashback memori yang berhubungan dengan cinta, memberikan penjelasan dan pandangan subjektifnya berdasarkan pengalaman. Tidak objektif sama sekali, lau, mengapa banyak buku yang memberikan tips mengenai itu? Padahal, ketika setiap orang bertemu dan berhubungan, kemudian bertemu dengan kata itu, smua akan dengan opini mereka, berdasarkan pengalaman mereka, memiliki pemahaman mereka, semuanya berbaur, bersenyawa, menciptakan tangis, haru dan bahagia, biarkanlah itu berjalan alami, bia...